Aku melihat seorang
pria hebat seperti ayahku. Memandangnya yang begitu lelah saat pulang bekerja. Ini
hanya pandanganku tapi beliau tak pernah menunjukannya. Beliau yang bekerja penuh
semangat demi menyenangkan istrinya, ibuku. Beliau yang selalu mampu penuhi
pintaku bahkan saat keinginanku sangat berlebihan. Semua dilakukannya demi
melihat segaris senyum di wajah kami, keluarganya. Demi masakan terenak yang
akan disajikan ibu. Demi segelas teh hangat pelepas dahaga dengan rona senyum
diwajah kami. Ayah, pernahkah aku bilang kau pahlawanku ? pahlawan kami,
pelindung kami. Tak pernah terdengar keluhmu ditelingaku, tak terhitung banyaknya
keluh yang aku curahkan padamu.
Ayah, pernahkah aku
bilang kau pahlawanku ?
Lagi aku temukan
pria terhebat, kakakku. Pria muda dengan segudang pesona kebaikan hati. Terpancar
jelas saat ia tersenyum. Diam-diam aku mengagumi cara ia melindungi aku,
adiknya. Pelindung aku dan ibu disaat ayah mencari rizki. Dia bahkan bisa lebih
tersakiti saat aku merasa sakit hati. Seperti ayah, ia juga selalu berusaha
membahagiakan aku dan ibu. Kakak, pentingkah untukmu jika aku bilang engkau
yang terhebat ? tak pernah sedetik pun engkau biarkan aku dalam rasa gundah. Mudah
sekali membuatmu tersenyum hanya dengan melihat aku tersenyum.
Kakak, pentingkah
untukmu jika aku bilang engkau yang terhebat ?
Sampai suatu hari
aku temukan pria terhebat selanjutnya. Pria yang akan menemaniku menapaki jalan sisa hidup. Ia akan menjadi pria
terhebatku berikutnya dan selamanya.
Dari segalanya, Ayah
dan Kakakku tetap yang juara.
Ditulis penuh cinta, oleh Zainab An Saly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar