Baca part 1 disini
Hari ini hari kelulusan, hari dimana semua suka cita
mengharu biru. Disaat seperti ini dani masih mampu menguasai pikiran-ku.
“zaara..zaara..” terdengar sayup-sayup teriakan seseorang
dari kejauhan.
“seperti suara dani, ah ini pasti cuma perasaanku saja karna
terlalu memikirkannya” lirihku. Tapi suara itu makin mendekat dan sekarang
sumber suara itu tepat di belakangku.
“zaara..”. aku
membalikkan badanku nampak seorang pria dengan mata yang tak mampu ku lupakan.
“dani ” hanya mampu
memanggil namanya. Dani tersenyum sangat manis dihadapanku. Seperti burung
kecil yang hendak terbang tapi tak mampu, yang bisa aku tunjukan padanya hanya ekspresi
bodohku karena terkejut.
“haha, kamu gak berubah zaara, ekspresi kamu bikin aku mau..”
“mau apa ?”
“mau ngambil...buku kamu” .dani pun berlari sambil
melambaikan buku rapot ku ke arahku. Tentu saja spontan aku mengejarnya. Sama
seperti dulu ketika kami masih SD.
Tia yang sedari tadi ternyata memperhatikan kami tersenyum.
“dani kembaliin buku zaara, dani..” pintaku sambil terus
mengejarnya.
Karena lelah dani pun berhenti untuk duduk dan mengembalikkan
buku-ku “ini ra, bukunya. Cape udah lama ga main kejar-kejaran sama kamu”. aku
pun ikut duduk di sebelah dani.
“ra, ada yang mau aku omongin sama kamu, tapi sebelumnya aku
mau bilang terima kasih sama kamu”
Mendengar itu aku langsung berfikir, jangan-jangan tentang
kejadian waktu itu. Tapi tunggu berterima kasih padaku ? bukankah seharusnya
dia marah, karena aku meninggalkannya saat ia menyatakan perasaannya padaku
? fikiran-fikiran itu mulai berkecamuk
dalam otakku.
“aku sudah tau dari tia. Alasan kamu tentang kepastian
nyata.”
“aku berterima kasih, karena kamu membuat aku sadar bahwa
aku benar mencintaimu. Walau kau mengacuhkanku. Entah apa saat itu kau tengah mengetesku zaara
?” “aku juga berterima kasih karena
berkat itu aku lebih fokus dalam belajar”
“dani..” aku mulai menatap ke arahnya.
“kamu memberi aku pelajaran. Cinta pada orang yang tepat
dengan waktu yang tepat. ”
“dan kamu tau zaara, aku tidak lagi menginginkanmu untuk
jadi pacarku” ucap dani dengan tegas. Dan aku menunggu kalimat yang akan ia
ucapkan lagi.
“aku menginginkanmu untuk jadi wanita dunia dan akhiratku,
hanya untukku”.
“aku akan bekerja keras hingga suatu saat nanti ketika aku
kembali aku akan langsung menemui ayahmu zaara, untukmu”.
Mendengar hal itu aku menangis, merasa bahagia. Akhirnya kita
menemukan sebuah kepastian nyata dani, kepastian akan datangnya masa dimana aku
dan kamu bersama. Kepastian bahwa cinta ini benar untukku dan dani.
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar